DUNIA YANG FANA

Posted by Unknown on 16.40 with No comments

DUNIA TEMPAT TINGGAL SESAAT



Banyak orang lupa atau tidak sadar bahwa dunia hanya sebagai tempat peristirahatan sementara dan tempat tinggal sejenak untuk mencari bekal perjalanan menuju kampung akhirat. Oleh karena itu dunia hanya sebagai lahan untuk beramal dan tempat untuk beribadah kepada Allah عزّوجلّ, sedangkan akhirat sebagai kampung menuai balasan dan memetik pahala. Betapa indahnya tafsir ulama terhadap firman Allah:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi," (QS..Al-Qashash [28]: 77).
yang menegaskan: Carilah dengan  karunia  Allah yang diberikan kepadamu untuk kepentingan akhirat, yaitu surga, karena seorang mukmin harus bisa menggunakan nikmat dunia untuk kepentingan akhirat, bukan untuk (kepentingan) tanah, (kenikmatan) air, kesombongan dan melampaui batas. Sehingga seakan-akan mereka berkata: "Janganlah kamu terlena karena kamu akan meninggalkan semua hartamu kecuali bagianmu, yaitu kain kafan."1
Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم memegang pundakku, lalu bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رضي الله عنهما يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
"Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara." Lalu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata: "Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore, dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit, dan waktu hidupmu sebelum kamu mati," (HR. Bukhari No. 6416).
 Selayaknya kita bersiap diri meninggalkan kampung dunia menuju kampung akhirat dengan selalu menambah simpanan kebaikan, bersegera memenuhi panggilan Allah, memperbanyak bekal dan bertobat dengan tobat nasuha, kalau tidak, kita pasti akan tertipu fatamorgana dunia, sedang tabiat dunia hanya satu, dunia meninggalkan kita atau kita meninggalkan dunia. Manakah lebih dahulu menghampiri kita, hanya Allah yang Maha Mengetahui dan Menentukan.
Dari Abdullah bin Mas'ud رضي الله عنه berkata:
نَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَ:  يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوِ اتَّخَزْنَا لَكَ وِطَاءً عَلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لِي وَلِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي الدُّنْيَاإِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
"Rasulullah tidur di atas tikar lalu bangun sedangkan lambungnya tergores-gores dengannya, maka kami berkata, 'Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak menyuruhku mencari alas?' Maka beliau berkata, 'Apu urusanku dengan dunia? Tidaklah aku di dunia ini melainkan seperti orang yang sedang naik kendaraan berteduh di bawah pohon kemudian pergi meninggalkannya?'"2
Ali bin Abu Thalib رضي الله عنه berkata, "Sungguh dunia semakin habis berlalu dan akhirat semakin mendekat, sedangkan keduanya masing-masing mempunyai anak turunan. Dan jadilah kalian anak turunan akhirat dan jangan menjadi anak turunan dunia, karena sekarang kesempatan beramal tanpa ada hisab dan besok hanya ada hisab sementara tidak ada kesempatan beramal."3
Wahai saudaraku kaum muslimin, ingatlah akan empat perkara: Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan dimakan orang lain, maka tentramlah jiwaku. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka Aku pun disibukkan dengannya. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka segera Aku menyiapkannya. Dan Aku tahu bahwa diriku tidak akan lepasvdari pantauan Allah, maka Aku akan merasa malu kepada-Nya.4
Orang yang membersihkan hatinya dari sifat rakus dan serakah akan merasa ringan untuk meninggalkannya, senantiasa siap untuk bertemu dengan Rabbnya, dengan penuh semangat menyongsong masa depan yaitu akhirat, dan selalu siaga menyambut kematian. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Jika cahaya telah masuk ke dalam hati, maka akan menjadi lapang dan tenang." Mereka bertanya, "Dan apakah tanda-tandanya wahai Rasulullah? "Beliau bersabda, "Bersiap siaga untuk kembali ke kampung kekekalan, bersiap siaga untuk berpisah dengan kampung penuh penipuan (dunia), dan bersiap siaga untuk dijemput kematian sebelum kehadirannya."5
Siapa yang menyia-nyiakan hidupnya, mengikuti rayuan setan dan mengumbar hawa nafsu, niscaya ia akan terjatuh ke dalam berbagai macam dosa dan maksiat, akhirnya kehilangan nikmat surga di akhirat.
خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata," (QS. Al-Hajj [22]: 11).
Abdullah bin Aizar berkata, "Anak Adam mempunyai dua rumah hunian: Rumah hunian yang berada di atas bumi dan rumah hunian yang berada di bawah bumi. Mereka berusaha mempercantik dan memperindah rumah hunian yang berada di atas bumi, mereka membuat pintu-pintu menghadap sebelah kiri, pintu-pintu menghadap sebelah kanan, dan mereka berusaha membuat penghangat untuk musim dingin dan membuat pendingin untuk musim panas. Kemudian berusaha membuat rumah hunian yang berada dibawah bumi, ternyata malah merusaknya. Lalu ada yang datang berkata, 'Sudahkah kamu berfikir? Rumah yang berada di atas bumi sementara kamu bangun dengan megah. Berapa lama kamu tinggal di dalamnya?' Dia menjawab, Tidak tahu secara persis.' 'Dan sedangkan rumah hunian yang berada di bawah bumi yang kamu rusak, berapa lama kamu akan tinggal di tempat itu?' Dia menjawab, 'Aku akan tinggal di tempat itu hingga Hari Kiamat.' Maka orang tersebut berkata kepadanya, 'Bagaimana kamu bisa merasa tidak bersalah dengan tindakanmu itu, sementara kamu seorang hamba yang berakal sehat?'"6


1.     Lihat adz-Tadzkirah, Imam al-Qurthubi, hal. 15-16 dan Syarhus Sudur, Imam as-Suyuthi, hal.20.
2.     Shahih diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya (2377), Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (4109) dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (3709 dan 3744)
3.     Dikeluarkan Imam Bukhari dalam Kitab Riqaq, Bab Fil Amal Wa Thulihi dan lihat Fathul Bari, 11/265.
4.     Manaqib Al-lman Ahmad, Ibnu Jauzi, Maktabah Al-Hany bab: As siaru vol.11 hal 485 dan Wafayat Al A'yan,op,cit, vol 2 hal 27.
5.     Zadul Ma'ad, Ibnu Qayyim 2/ 23
6.     Lihat Majmu Rasail Ibnu Rajab, risalah Ahwalul Qubur, hal. 295.

2. FITNAH DUNIA

 
Dunia merupakan hunian yang penuh dengan fitnah dan cobaan. Dan ia terus berubah. la tak abadi. Kadang ia pasang, kadang surut. Kadang ramah, kadang buas sebagaimana nasib para penghuninya. Dunia adalah surga dan neraka.
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
"Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir."1
Manusia memang makhluk yang paling mulia. Namun ia juga paling rakus terhadap kenikmatan dunia. la cintai dunia dengan membabi buta. Tak pernah lelah ia kejar dunia sehingga tubuh lekas tua dan akal cepat pikun.
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَشِبُّ مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ عَلَى الْمَالِ وَالْحِرْصُ عَلَى الْعُمُرِ
"Dua perkara yang membuat anak Adam cepat pikun dan cepat tua: rakus terhadap harta dan rakus terhadap umur."2
Angan-angan hamba untuk menghimpun dunia tidak pernah terpuaskan. Bahkan, semakin bertambah hartanya semakin ia menginginkan yang lebih. Tak pernah puas ia hingga mulutnya disumbat dengan tanah kuburan.
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنَّ لَهُ وَادِيًا آخَرَ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَاللَّهُ يَتُوبُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Andaikata anak Adam punya satu lembah dari emas maka ia akan senang bila punya satu lembah lainnya dan tidak akan penuh mulutnya kecuali dengan tanah. Dan Allah menerima tobat orang yang bertobat."3
Harta kekayaan dan nikmat dunia tidaklah tercela, namun yang tercela adalah prilaku seorang hamba terhadapnya, dengan sifat rakus dan tamak kepadanya, mencarinya dengan cara tidak halal, tidak menunaikan hak-haknya, membelanjakan bukan pada tempatnya, bersikap melampui batas atau sombong karenanya sehingga Allah عزّوجلّ berfirman:
كَلا إِنَّ الإنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى . إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى
"Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena Dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)," (QS. Al-'Alaq [96]: 6-8).
Wahai manusia, ingatlah dunia yang kalian tekuni, karier yang kalian kejar, kesejahteraan yang kalian dambakan, ketenangan yang kalian idamkan, kebahagiaan yang kalian inginkan dan kemewahan yang kalian impikan pasti akan berakhir dengan kepunahan dan kematian, apa pun yang ada di dunia ini pasti akan sirna. Dunia tempat di mana kenistaan bertahta dan ketamakkan sebagai raja, kezaliman berkuasa, kesengsaraan sebagai busana, sehingga dunia laksana pelacur yang tidak pernah setia kepada suaminya.4 Orang yang mengejarnya bagaikan mengejar binatang buas dan orang yang mencarinya laksana sedang berenang di danau buaya, dan orang yang menikmatinya ibarat meminum air garam yang tidak pernah merasa puas.
Sudah menjadi ketetapan sunnatullah bahwa sifat dunia fluktuatif, gampang terkena krisis dan cepat berganti layar, yang kaya jatuh miskin, yang sehat jatuh sakit dan yang bekerja terkena PHK atau pensiun.
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الأرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا
"Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin dan adalah Allah, Mahakuasa atas segala sesuatu," (QS. Al-Kahfi [18]: 45).
Karena nikmat dunia dan harta kekayaan hanya sekadar fitnah yang menipu dan nikmat sesaat yang menyilaukan, maka hendaklah seorang hamba berhati-hati dalam menyikapinya. Jangan tenggelam dan terlena dalam gemerlap, keindahan dan kesenangannya. Allah عزّوجلّ mengingatkan dengan firman-Nya:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfaal [8]: 28).
Hampir seluruh manusia tak ada yang tidak mengenal uang atau dirham, mereka mencarinya dengan sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhannya dan mempertahankannya dengan segala upaya, bahkan sebagian orang beranggapan bahwa uang adalah segalanya. Dengan uang manusia berkuasa, dengan uang manusia bebas bertindak dan dengan uang dunia bisa ditaklukkan. Mereka tidak sadar bahwa dengan atau karena uang manusia bisa sengsara, kecuali uang atau dirham yang berada di tangan orang yang bertakwa. Dirham ada empat macam: dirham yang didapat dengan ketaatan kepada Allah dan dibelanjakan untuk hak Allah, maka hal itu sebaik-baik dirham. Dirham yang didapat dengan cara maksiat kepada Allah dan dibelanjakan untuk menentang Allah, maka itu seburuk-buruknya dirham, Dirham yang didapat dengan menyakiti seorang muslim dan dibelanjakan untuk menyakiti orang muslim, dan dirham didapat dengan cara mubah dan dibelanjakan untuk mencari kesenangan yang mubah, maka hal ini tidak ada resiko apa-apa."5
Dari Abu Hurairah  رضي الله عنه  bahwa  Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِي مَالِي إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
"Seorang hamba berkata, 'Hartaku, hartaku.' Padahal sungguh dia tidak punya harta kecuali tiga, yang telah dimakan suatu ketika menjadi kotoran atau yang dikenakan sebagai pakaian suatu ketika akan rusak dan yang diberikan suatu ketika akan menjadi simpanan (akhirat) dan selain itu akan lenyap dan ditinggalkan untuk manusia."6
Yahya bin Muadz berkata, "Dirham itu seperti kalajengking, bila anda tidak pandai meruqyah (jampi) jangan mengambilnya, karena jika ia menyengatnya maka kaumnya  akan  membunuhmu."  Beliau  ditanya, 'Apa yang dimaksud ruqyahnya (jampi)?' Beliau menjawab, 'Mengambil yang halal dan menunaikan haknya.' Beliau berkata, 'Dua bencana menimpa dirinya akibat hartanya pada saat matinya, sementara semua makhluk belum pernah mendengarkannya.' Beliau ditanya, 'Apakah dua bencana itu?' Beliau menjawab, 'Semua hartanya diambil orang lain, sementara dia dimintai tanggung jawab semuanya.'"7
Wahai saudaraku, sederhanalah dalam mencari harta. Jangan rakus dan membabi buta tanpa memerhatikan aturan agama, dan jangan menodai hak orang lain, karena rezekimu tidak akan berpindah ke tangan orang lain, karena Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَوْ أَنَّ ابْنُ آدَمَ هَرَبَ مِنْ رِزْقِهِ كَمَا يَهْرُبُ مِنَ الْمَوْتِ لَأَدْرَكَهُ رِزْقُهُ كَمَا يُدْرِكُهُ الْمَوْتِ
"Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, maka rezekinya akan menemuinya sebagaimana kematian menemuinya."8
Seorang hamba dalam mengarungi kehidupan hanya butuh terhadap tiga pilar karena tidak akan sukses kecuali dengannya: bersyukur, mencari kesehatan, dan bertobat dengan tobat nasuha.'9
Maka cara terbaik untuk menghadapi perubahan dunia yang serba ekstrim adalah bersikap sederhana dalam mencari penghidupan dan bersikap wajar dalam membelanjakan harta. Jika kamu sekarang berkecukupan jangan terlalu gundah gulana dan goncang batin dalam menghadapi masa depan. Kita harus yakin bahwa rezeki pasti datang, dan takut miskin adalah tipu daya setan. Hendaknya pula memahami keutamaan sikap qana'ah, dan orang rakus pasti hidupnya terhina. Dan hendaknya memikirkan bahaya menumpuk harta dan keutamaan kemiskinan.


1.     Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2956) dan Imam at-Tirmidzi dalam sunannya (2324) dan lihat Shahihul Jami’ no. 3412
2.     Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (1047) Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2339) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (4234).
3.     Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (1048) dan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2337).
4.     Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 71
5.     Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 246.
6.     Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2959) dan lihat Shahihul Jami' no: 8133
7.     Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal 185.
8.     Lihat Shahihul Jami' no: 5240.
9.     Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 288.


3. QANAAH, TELAGA YANG TIDAK PERNAH KERING

 
Manusia yang tidak memahami tujuan dan tabiat dunia, mereka akan dengan rakus mengumpulkan harta hingga melalaikan alam akhirat yang abadi, bahkan mereka tidak mengerti untuk apa ia menghimpun harta, padahal Allah عزّوجلّ berfirman:
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal,"(QS. Al-A'laa [87]: 17).
Kemiskinan bukan perkara tercela dan bukan suatu hal yang harus disesali bila menimpa seorang hamba. Bisa jadi dengan kemiskinan Allah akan memuliakan dan mengangkat derajatnya bila diterima dengan hati lapang dan qana'ah. Sehingga jiwa terhindar dari sifat tamak, tidak berharap nikmat yang ada ditangan manusia, dan tidak rakus mengejar harta dengan menghalalkan segala cara. Demikian itu hanya bisa didapat dengan sikap qana'ah dan mencari harta hanya untuk memenuhi kebutuhan makanan dan pakaian."1
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
"Siapa yang merasa aman atas keluarganya, sehat badannya, ada sesuatu yang dimakan pada harinya maka seakan dunia menjadi miliknya."2
Qana'ah adalah harta simpanan yang tak pernah habis dan telaga kehidupan yang tak pernah kering mata airnya, sehingga Abu Hazm berkata: "Siapa yang mempunyai tiga sifat ini maka akan menjadi sempurna akalnya: orang yang mengenali dirinya, orang yang mampu menjaga lisannya dan orang bersikap qana'ah terhadap karunia Allah".3
Sebetulnya nikmat yang dikaruniakan Allah kepada hamba sangat banyak dan berlimpah tak terhingga.
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jamlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. An-Nahl [16]: 18).
Ibnu Qayyim berkata, "Nikmat ada tiga macam: nikmat yang telah berhasil diraih dan dirasakan seorang hamba, nikmat yang sedang ditunggu kehadirannya, dan nikmat yang ada namun tidak dirasakan seorang hamba."4
Adapun rakus dan  tamak merupakan sifat yang ingat tercela dan lebih berbahaya ketimbang serigala yang sedang kelaparan dilepas pada seekor kambing, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
"Tidaklah ada dua serigala yang sedang kelaparan dilepas pada satu kambing maka masih lebih merusak orang yang rakus harta dan ambisi kedudukan (mengorbankan) agamanya."5
Dari Abdullah bin  As-Syikhkhir dari bapaknya sampai kepada Nabi bahwa beliau bersabda:
أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ قَالَ يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Beliau bersabda: 'Anak Adam berkata, 'Hartaku, hartaku'. Sebenarnya kamu tidak punya harta kecuali yang kamu sedekahkan suatu ketika menjadi simpanan, atau yang kamu makan suatu ketika menjadi kotoran, dan yang kamu kenakan berupa pakaian suatu ketika mengalami kerusakan."6
Pasrah dan tawakal kepada Allah menjadi solusi utama dalam menghadapi krisis ekonomi dan kehidupan serba kekurangan, serta kerja yang tidak menentu sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung, pergi pagi perutnya kosong pulang sore hari dalam keadaan kenyang."7
Sebagian ulama berkata, "Sifat rakus menghinakan penguasa dan sikap putus asa dari apa yang di tangan manusia membuat orang miskin terhormat."8
Sebagian ulama berkata, "Jika kamu bertanya kepada sifat rakus, 'Siapa orang tuamu?' Maka ia menjawab, 'Ragu terhadap takdir.' Jika kamu bertanya, Apa profesimu?' mak ia menjawab, 'Cari kehinaan.' Jika bertanya, Apa tujuanmu?' Maka ia menjawab, 'Tertahannya harapan.'"9
Tanda-tanda orang bahagia adalah, semakin tambah ilmu semakin rendah hati dan kasih sayangnya, semakin tambah amalnya semakin tambah rasa takutnya, semakin tambah umurnya semakin tambah kurang perasaan rakusnya, semakin tambah hartanya semakin tambah dermawan dan murah hati, dan semakin tambah tinggi jabatannya semakin dekat dengan rakyat.10
Pokok dari segala urusan adalah sabar dan pendek agan-angan. Hendaknya seorang hamba bersabar karena dunia hanya menunggu hari-hari yang sangat sedikit untuk meraih kenikmatan yang langgeng, seperti orang sakit bersabar dengan pahitnya obat untuk kesembuhan.11
Sementara, pemandangan yang ada sekarang adalah bagaimana tamaknya sebagian besar manusia terhadap dunia. Mereka pergi pagi-pagi mencari harta, bahkan dini hari sudah bertebaran di pasar-pasar. Shalat malam dan subuh, entah masih atau tidak dalam pikirannya.
Yang di kantor, yang di pabrik, terus saja asyik dengan pekerjaan lemburnya. Tukang pungli, tukang upeti, tukang tipu, tukang peras, dan segala pelaku maksiat terus saja berebut dunia. Mereka saling sikut, saling tendang, saling jegal takut rezekinya hilang atau dirampas orang. Mereka takut miskin, takut lapar atau hidup serba pas-pasan.
Penjaja syahwat terus saja terlena, mempercantik diri, memuluskan tubuh, mengumbar auratnya. Yang pelacur, yang artis, yang penari, yang foto model, yang peragawati terus saja beraksi tanpa malu-malu lagi. Mereka senantiasa bangga menciptakan jurus-jurus neraka, jurus ngebor, jurus patah-patah, jurus gergaji, dan entah jurus apa lagi, hanya untuk mengejar segepok recehan.
Perilaku mereka benar-benar merupakan cermin dari ketidaktahuan mereka akan tabiat dunia. Bukankah dunia itu seperti air laut? Semakin engkau meminumnya maka engkau akan semakin me rasa dahaga.
Bandingkanlah,    bagaimana    orang-orang    shalih bersikap terhadap dunia, dan bagaimana pula orang-orang awam begitu diperbudak oleh gemerlapnya  dunia dan isinya.
Bukankah dunia dan isinya pada ahirnya tidak lebih berharga dari bangkai anak kambing yang cacat? sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
"...Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah Ta'ala dari pada bangkai kambing ini, (HR. Muslim)


1.     Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 187.
2.     Hasan diriwayatkan Imam at Tirmidzi dalam Sunannya (2346).
3.     Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal 188.
4.     Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 246.
5.     Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2376), Imam ad-Darimi dalam Sunannya (2630), Imam Ahmad dalam Musnadnya (15734 dan 15724) dan lihat Shahihul Jami’ no: 5620.
6.     Shahih dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2958), Imam Ahmad dalam Musnadnya (16257, 16258, 16276 dan 16279), Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2352 dan 3345) dan lihat Shahihul Jami' no: 8132.
7.     Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2344) dan Shahihul Jami' no:5254.
8.     Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
9.     Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
10.   Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 225.
11.   Lihat Mukhtashar Minhajul Qasidiin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 190.
 ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Disalin dari Buku Rintangan Setelah Kematian, karya
Ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin  حفظه الله

Categories: