1.
Shahih
diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2956) dan Imam at-Tirmidzi dalam
sunannya (2324) dan lihat Shahihul Jami’ no. 3412
2.
Shahih
diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (1047) Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya
(2339) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (4234).
3.
Shahih
diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (1048) dan Imam at-Tirmidzi dalam
Sunannya (2337).
4.
Lihat
al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 71
5.
Lihat
al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 246.
6.
Shahih
diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2959) dan lihat Shahihul Jami'
no: 8133
7.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal
185.
8.
Lihat
Shahihul Jami' no: 5240.
9.
Lihat
al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 288.
Manusia
yang tidak memahami tujuan dan tabiat dunia, mereka akan dengan rakus
mengumpulkan harta hingga melalaikan alam akhirat yang abadi, bahkan mereka
tidak mengerti untuk apa ia menghimpun harta, padahal Allah عزّوجلّ berfirman:
وَالآخِرَةُ
خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik
dan lebih kekal,"(QS. Al-A'laa [87]: 17).
Kemiskinan
bukan perkara tercela dan bukan suatu hal yang harus disesali bila menimpa
seorang hamba. Bisa jadi dengan kemiskinan Allah akan memuliakan dan mengangkat
derajatnya bila diterima dengan hati lapang dan qana'ah. Sehingga jiwa terhindar
dari sifat tamak, tidak berharap nikmat yang ada ditangan manusia, dan tidak
rakus mengejar harta dengan menghalalkan segala cara. Demikian itu hanya bisa
didapat dengan sikap qana'ah dan mencari harta hanya untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan pakaian."1
Nabi
صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ
يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
"Siapa yang merasa aman atas keluarganya,
sehat badannya, ada sesuatu yang dimakan pada harinya maka seakan dunia menjadi
miliknya."2
Qana'ah
adalah harta simpanan yang tak pernah habis dan telaga kehidupan yang tak pernah
kering mata airnya, sehingga Abu Hazm berkata: "Siapa yang mempunyai tiga sifat
ini maka akan menjadi sempurna akalnya: orang yang mengenali dirinya, orang yang
mampu menjaga lisannya dan orang bersikap qana'ah terhadap karunia
Allah".3
Sebetulnya
nikmat yang dikaruniakan Allah kepada hamba sangat banyak dan berlimpah tak
terhingga.
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jamlahnya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. An-Nahl [16]:
18).
Ibnu
Qayyim berkata, "Nikmat ada tiga macam: nikmat yang telah berhasil diraih dan
dirasakan seorang hamba, nikmat yang sedang ditunggu kehadirannya, dan nikmat
yang ada namun tidak dirasakan seorang hamba."4
Adapun
rakus dan tamak merupakan sifat yang
ingat tercela dan lebih berbahaya ketimbang serigala yang sedang kelaparan
dilepas pada seekor kambing, sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
مَا
ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ
عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
"Tidaklah ada dua serigala yang sedang
kelaparan dilepas pada satu kambing maka masih lebih merusak orang yang rakus
harta dan ambisi kedudukan (mengorbankan) agamanya."5
Dari
Abdullah bin As-Syikhkhir dari bapaknya
sampai kepada Nabi bahwa beliau bersabda:
أَلْهَاكُمْ
التَّكَاثُرُ قَالَ يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ
آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.
Beliau bersabda: 'Anak Adam berkata, 'Hartaku, hartaku'. Sebenarnya kamu tidak
punya harta kecuali yang kamu sedekahkan suatu ketika menjadi simpanan, atau
yang kamu makan suatu ketika menjadi kotoran, dan yang kamu kenakan berupa
pakaian suatu ketika mengalami kerusakan."6
Pasrah
dan tawakal kepada Allah menjadi solusi utama dalam menghadapi krisis ekonomi
dan kehidupan serba kekurangan, serta kerja yang tidak menentu sebagaimana sabda
Nabi صلى الله عليه وسلم:
لَوْ
أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ
كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ
بِطَانًا
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah
dengan sebenar-benarnya tawakal, maka Allah akan memberi kalian rezeki seperti
Dia memberi rezeki kepada burung, pergi pagi perutnya kosong pulang sore hari
dalam keadaan kenyang."7
Sebagian
ulama berkata, "Sifat rakus menghinakan penguasa dan sikap putus asa dari apa
yang di tangan manusia membuat orang miskin terhormat."8
Sebagian
ulama berkata, "Jika kamu bertanya kepada sifat rakus, 'Siapa orang tuamu?' Maka
ia menjawab, 'Ragu terhadap takdir.' Jika kamu bertanya, Apa profesimu?' mak ia
menjawab, 'Cari kehinaan.' Jika bertanya, Apa tujuanmu?' Maka ia menjawab,
'Tertahannya harapan.'"9
Tanda-tanda
orang bahagia adalah, semakin tambah ilmu semakin rendah hati dan kasih
sayangnya, semakin tambah amalnya semakin tambah rasa takutnya, semakin tambah
umurnya semakin tambah kurang perasaan rakusnya, semakin tambah hartanya semakin
tambah dermawan dan murah hati, dan semakin tambah tinggi jabatannya semakin
dekat dengan rakyat.10
Pokok
dari segala urusan adalah sabar dan pendek agan-angan. Hendaknya seorang hamba
bersabar karena dunia hanya menunggu hari-hari yang sangat sedikit untuk meraih
kenikmatan yang langgeng, seperti orang sakit bersabar dengan pahitnya obat
untuk kesembuhan.11
Sementara,
pemandangan yang ada sekarang adalah bagaimana tamaknya sebagian besar manusia
terhadap dunia. Mereka pergi pagi-pagi mencari harta, bahkan dini hari sudah
bertebaran di pasar-pasar. Shalat malam dan subuh, entah masih atau tidak dalam
pikirannya.
Yang
di kantor, yang di pabrik, terus saja asyik dengan pekerjaan lemburnya. Tukang
pungli, tukang upeti, tukang tipu, tukang peras, dan segala pelaku maksiat terus
saja berebut dunia. Mereka saling sikut, saling tendang, saling jegal takut
rezekinya hilang atau dirampas orang. Mereka takut miskin, takut lapar atau
hidup serba pas-pasan.
Penjaja
syahwat terus saja terlena, mempercantik diri, memuluskan tubuh, mengumbar
auratnya. Yang pelacur, yang artis, yang penari, yang foto model, yang
peragawati terus saja beraksi tanpa malu-malu lagi. Mereka senantiasa bangga
menciptakan jurus-jurus neraka, jurus ngebor, jurus patah-patah, jurus gergaji,
dan entah jurus apa lagi, hanya untuk mengejar segepok
recehan.
Perilaku
mereka benar-benar merupakan cermin dari ketidaktahuan mereka akan tabiat dunia.
Bukankah dunia itu seperti air laut? Semakin engkau meminumnya maka engkau akan
semakin me rasa dahaga.
Bandingkanlah, bagaimana orang-orang shalih bersikap terhadap dunia, dan
bagaimana pula orang-orang awam begitu diperbudak oleh gemerlapnya dunia dan isinya.
Bukankah
dunia dan isinya pada ahirnya tidak lebih berharga dari bangkai anak kambing
yang cacat? sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
فَوَاللَّهِ
لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
"...Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih
hina di sisi Allah Ta'ala dari pada bangkai kambing ini, (HR.
Muslim)
1.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal.
187.
2.
Hasan
diriwayatkan Imam at Tirmidzi dalam Sunannya (2346).
3.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal
188.
4.
Lihat
al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 246.
5.
Shahih
diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2376), Imam ad-Darimi dalam
Sunannya (2630), Imam Ahmad dalam Musnadnya (15734 dan 15724) dan lihat
Shahihul Jami’ no: 5620.
6.
Shahih
dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2958), Imam Ahmad dalam Musnadnya
(16257, 16258, 16276 dan 16279), Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2352 dan 3345)
dan lihat Shahihul Jami' no: 8132.
7.
Shahih
diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2344) dan Shahihul Jami'
no:5254.
8.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
9.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal. 188.
10.
Lihat
al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 225.
11.
Lihat
Mukhtashar Minhajul Qasidiin, Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal.
190.
Disalin dari Buku Rintangan Setelah Kematian,
karya
Ustadz Zainal Abidin bin Syamsudin حفظه الله